Fund and Smart in Rice Field

RHD.  TK Sandhy Putra Makassar mengunjungi Rumah Hijau Denassa (RHD), Sabtu 15 November 2014. Kegiatan yang bertajuk Fund and Smart in Rice Field ini dimpimpin langsung Rismaneswati Hafid, kepala TK Sandhy Putra. Turut hadir dalam kunjungan ini seluruh peserta didik yang berjumlah 32 orang didampingi puluhan orang tua mereka bersama para guru.

Tepat pukul 9.30 Wita para peserta telah tiba di RHD di Jl. Borongtala No 58 A Kelurahan Tamallayang, Kecamatan Bontonompo, Kabupaten Gowa. Berkumpul dan berbaris dengan tertib di halaman depan, mereka kemudian berjalan bersama menuju Pelaratan Mappasomba. Di pelataran ini mereka dibagi dalam kelompok dengan cara bermain.

Peserta kegiatan foto bersama di Pelataran Mappasomba sebelum menuju  sawah .

Peserta kegiatan foto bersama di Pelataran Mappasomba sebelum menuju sawah .

Peserta tampak tak sabar ingin segera ke hamparan persawahan, ketika masing-masing dari mereka mendapat sebuah caping yang secara lokal dikenal dengan nama saraung. Mereka lalu berbaris tertib dipandu Darmawan Denassa. pendiri Rumah Hijau Denassa menuju persawahan di bagian barat RHD.

Sekitar lima menit peserta tiba di persawahan yang berjarak sekitar 100 meter dari RHD, semua terlihat kagum melihat hamparan luas tapi hijau ditumbuhi palawija (kacang hijau, kedelai, jagung, dan sayuran). Perjalanan dilanjutkan menuju Bantilang (tempat menyimpan batu bata) tempat berkumpul sebelum memulai panen kacang hijau.

Diperjalanan peserta menyempatkan membuka kacang kedelai yang sedang dijemur. Mereka sangat antusias memukul batang-batang kedelai kepapan yang sengaja disiapkan di atas penjemuran. Peserta kemudian dipandu pendamping dari RHD menuju Bantilang yang berjarak 100 meter dari ladang kedalai RHD.

Di Bantilang masing-masing peserta duduk bersama keluarga yang mendapingi kunjungan. Ada duduk bersama ayah dan ibu atau salah satunya, bersama nenek dan kakek, ada pula yang asyik berbincang dengan guru mereka. Anak usia 5-6 tahun ini mulai membuka bekal masing-masing dan makan bersama keluarga. Cuaca mulai terasa terik di persawahan, memberi kesan pada mereka bagaimana rasanya menjadi petani. Merasakan suasana yang setiap hari dialami orang-orang yang berjasa menanam aneka komoditi untuk pangan bagi banyak orang termasuk mereka yang tinggal di kota. Keringat mulai banyak membasahi wajah peserta dan keluarga, dalam suasana ini makanan dan minuman yang biasa mereka konsumsi terasa lebih nikmat. Keadaan ini mengajari mereka bahwa air ternyata bukan sekedar cairan yang menghilangkan rasa haus tapi sangat penting untuk keberlanjutan kehidupan. “Adik-adik bagaimana rasanya makanan dan minuman bekal yang dibawa dari rumah?” sapa Denassa. “Makanan jadi terasa lebih enak” jawab beberapa orang peserta.

Peserta kemudian menuju hamparan dipenuhi kacang hijau. Dipandu para relawan RHD peserta mulai memetik satu persatu buah kacang tua yang telah berwarna hitam. Kacang yang telah tua dan siap panen sangat mudah dikenali karena kontras dengan buah muda yang berwarna hijau.

Cuaca semakin mendukung karena matahari mulai tertutup awan, tapi tidak turun hujan. Angin persawahan berhembus sepoi. Orang tua, guru, kepala sekolah ikut memanen kacang. Mereka berbaur, sangat senang, dan antusias. Beberapa peserta tidak henti memperlihatkan hasil panennya yang telah memenuhi bakul dan caping. Hingga sejam memanen, mereka belum mau beranjak dari hamparan.

Menjelang pukul 12 siang peserta kemudian kembali ke kawasan RHD. Kacang hasil panen kemudian dijemur untuk agar terbuka dari kulitnya. Setelah terbuka dan menjadi butiran kacang hijau, palawija dengan nama ilmiah Vigna radiata ini kemudian dimasak untuk dijadikan bubur.

Sembari menunggu proses ini memasak, peserta kemudian belajar membuat aneka bentuk mainan berbahan tanah liat. Dipandu fasilitator RHD mereka membuat tedong-tedong, bunting-bunting, dan mainan lain.

Menjelang sore, bubur kacang hijau yang dinantipun matang. Peserta tampak senang menikmati manis dan lezat bubur dari kacang mereka panen sendiri. Tak puas menikmati di pelataran Mappasomba, beberapa peserta dan keluarga mengisi tempat bekal mereka dengan makanan yang dikenal dengan nama lokal jekne uring ini. (*)

There are no comments yet, add one below.

Leave a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*