BSBI KE RHD

Darmawan Denassa bersama Kelas Komunitas Rumah Hijau Denassa (RHD) siap menyambut peserta BSBI di Gowa
Darmawan Denassa bersama Kelas Komunitas Rumah Hijau Denassa (RHD) siap menyambut peserta BSBI di Gowa
Ia dende ia dende

Nia tojengmi toanangku
Toanna Rumah Hijau Denassa
Toana salloa ni tayang
Salloa ni minasai
Nampaki ri ujung boritta daeng
Ri cappa pakrasanganta
Naku asengki la nia
Kuitungki labattu…,
Ia dende ia dende 
Tamu kami telah tiba / Tamu Rumah Hijau Denassa / Tamu yang telah lama kami tunggu / Telah lama kami rindukan / Sejak engkau di ujung kampungmu / Di batas tanah kelahiranmu  / Aku telah tahu kau akan tiba / Aku telah hitung kau akan sampai…,
Ia dende ia dende / You are already coming /
Darmawan Denassa bersama Kelas Komunitas Rumah Hijau Denassa (RHD) siap menyambut peserta BSBI di Gowa
Darmawan Denassa bersama Kelas Komunitas Rumah Hijau Denassa (RHD) siap menyambut peserta BSBI di Gowa

The guests of Rumah Hijau Denassa / We have been waiting for you all / Since you came at  your home town / On the edge of the land of your birth / I have known that you would come

Disambut dengan Pakkio Toana.

I know you will come here…,

Demikian bait pertama Pakkio Toana yang disampaikan dua gadis kecil (Aci dan Putri) peserta kelas Komunitas Rumah Hijau Denassa (RHD) ketika  rombongan Beasiswa Seni Budaya Indonesia  (BSBI)  akan naik ke balla rate  (rumah  panggung) dalam areal RHD (20/4).  Sebelumnya mereka di sambut tunrung  pakanjarak  dari seorang warga dan seorang peserta Kelas Komunitas RHD, ketika akan memasuki halaman. Tradisi ini sebagai tanda kegemberiaan, persahabatan, dan semangat menerima tamu. Semangat ini kemudian dikuatkan ucapan pada bait-bait syair dalam Pakkio Toana.

BSBI merupakan kegiatan tahunan yang diselenggarakan Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia yang berlangsung sejak tahun 2003. Peserta penerima beasiswa akan tinggal di Indonesia selama tiga bulan dengan beragam kegiatan seperti belajar Bahasa Indonesia, bahasa daerah, seni budaya, dan agama. Tahun ini peserta berjumlah 50 orang dari 37 negara sahabat,  telah tersebar di beberapa kota, seperti Bandung, Solo, Surabaya, Denpasar, dan Makassar untuk belajar tradisi dan seni budaya dari masing-masing daerah. Untuk peserta BSBI di Sulsel, salah satu  tempat yang dikunjungi yakni RHD.


Suasana di Balla Rate RHD dalam sesi
perkenalan
Di RHD peserta BSBI  disambut antusias 90-an orang peserta kelas komunitas,  staf dan relawan RHD, The Gowa Center, guru, orang tua peserta didik kelas komunitas,  warga, dan pemerintah kecamatan Bontonompo.

 


Diantara proses penyambutan dan kerumunan warga, terdapat dua buah sulu panjang yang mengeluarkan asap dari bara sabut  kelapa. Dua buah sulu ikut dihadirkan dalam prosesi penyambutan, sulu ini dalam nama lokal dikenal dengan sulo langi. Secara harfiah sulo bermakna sulu sedangkan langi bermakna langit.  Sulu ini merupakan simbolitas penerang  bagi seluruh tamu dan hadirin yang ada untuk melakukan dan menyebarkan kebaikan.
 
Pada kunjungan ke RHD,  Sahabat Indonesia yang hadir adalah Hulita Mapuiana Fakava dari Tonga, Marina Suzuto dari Jepang, Merlin Flower dari India, Romain Emmanuel Roger  Coupey dari Perancis, Stephany Colunga dari Amerika Serikat, Stuart Cook dari Inggris, dan Zuyu Zoya Kepae dari Kepulauan Nauru, serta Muh. Yusuf  wakil dari Indonesia. 
Dua orang peserta BSBI  Chishamiso Samantha Kafundo dari Afrika Selatan dan  Costa Roberto dari Italia tidak hadir karena sakit sehingga harus tinggal penginapan di Makassar.
Suasana di pelataran Mappasomba (halaman belakang) RHD.
Mereka mendapat penjelasan awal dari Nurmaisyah, relawan RHD dilanjutkan penyampaian dari Darmawan Denassa,  pendiri RHD.  “RHD merupakan rumah tinggal yang diikhtiarkan sebagai tempat konservasi tanaman,  tempat berkumpul untuk berbagi hal-hal baik,  tempat belajar bersama, dan mendorong peduli pada lingkungan.”  Denassa menyampaikan.
Selanjutnya, satu persatu peserta menyebut nama dan asal negara mereka. Hal menarik dari perkenalan peserta BSBI karena mereka ternyata telah memiliki nama lokal atau pakdaengang. Sahabat-sahabat  Rumahta menjadi relawan dan mengantar peserta BSBI juga ikut berkenalan, dilanjutkan relawan RHD.

Peserta BSBI kemudian mencicipi kue tradisional Makassar seperti kope langi, umba-umba, dan onde-onde yang disuguhkan lengkap dengan air sappang. Seluruh makanan yang disajikan berbahan dasar tepung (beras dan tapioka). Sedangkan air sappang adalah air berwarna merah muda atau akan lebih tua karena diberi potongan kayu bernama Sappang.
Seluruh tamu dan peserta BSBI  kemudian berjalan ke halaman belakang RHD diiringi suara gendang. Di pelataran Mappasomba mereka disuguhi  dua buah lagu populer anak-anak  Makassar,  Pasikolaya dan Makrencong-rencong dari Kelas Komunitas RHD. Lagu Makrencong-rencong dikenal pula dengan Battu Ratema ri Bulang.
 
Battu ratemaq ri bulang / makkuta’nang ri bintoeng
Aku telah dari bulan / bertanya pada bintang…,

Peserta kemudian mengikuti gerak Abdi Karya yang mempraktekkan  gerakan  ganrang bulo. Sambil memainkan ganrang (gendang) yang juga diiringi seorang pemain gendang tradisional di sekitar RHD, Abdi memperlihatkan mimik khas ganrang bulo. Tarian ini merupakan tarian anak kecil yang biasanya diiringi lagu dan gendang. Maka saat peserta masih menari Kelas Komunitas dan hadirin terus menyayikan lagu Makrencong-rencong dengan semangat.
Seluruh peserta kemudian menanam pohon Bitti (Vitex cofassus), salah satu tanaman endemik Sulawesi. Tanaman ini  cukup  populer bagi warga Bugis – Makassar karena kayunya yang kuat dan menjadi bahan baku dalam pembuatan perahu termasuk perahu Pinisi.
Peserta BSBI menerima bibit Bitti dari Kelas Komunitas.
Masih di halaman belakang, para peserta kemudian menyempatkan diri foto bersama warga. Mereka terlihat bersemangat melayani permintaan Kelas Komunitas, orang tua, dan hadirin yang  mengabadikan  perjumpaan dan kebersamaan ini.
Acara kemudian dilanjutkan diskusi tentang pendidikan, di bawah kolom rumah Balla Ratea. Dalam diskusi peserta BSBI dari Amerika dan Eropa menyampaikan bahwa  siswa di negera mereka belajar dengan kesadaran sendiri dimana guru dan sekolah bertanggung jawab penuh pada pendidikan mereka.
Dalam sesi ini Merlin Flower  peserta dari India bertanya apa perbedaan pembelajaran di RHD dengan sekolah formal.
“Di sini peserta didik dikuatkan untuk menginternalisasi perilaku jujur, antri, saling menghargai, memaknai keberagaman, membuang sampah pada tempatnya, mengetahui dan meneruskan kearifan lokal, serta menggunakan potensi  yang ada di sekitar mereka sebagai media ajar termasuk tanaman koleksi RHD.” jelas Darmawan.
 
Diskusi berlangsung sekitar 30 menit di bawah kolom rumah panggung. Peserta BSBI dan hadirin kemudian foto bersama di depan RHD. Dilanjutkan acara salam untuk perpisahan, dan mereka  kemudian berjalan menuju jalan. Tapi acara foto dan saling memberi ucapan terima kasih seperti belum cukup, hingga di depan RHD menjadi ramai karena pengguna jalan juga memperlambat kendaraan mereka.
Bersama warga dan Kelas Komunitas setelah beberapa kali
pamit dan bertukar terima kasih.
Ya, sepertinya empat jam kebersamaan penerima beasiswa dengan Kelas Komunitas, warga, dan penghuni RHD terasa belum cukup.
“Bagaimana kalau kita ajak lagi mereka ke sini, mereka kan tiga bulan di sini” usul Abd Chalid  pengurus The Gowa Center.
 
Setelah mengunjungi RHD,  sahabat Indonesia ini akan berkunjung ke Kab. Bone  melanjutkan proses belajar seni dan budaya Sulsel di daerah itu. (*)

2 Comments

  1. Inspiratif, Luar biasa, terima kasih untuk teman teman Rumah Hijau Denassa bersedia menerima saudara dari seluruh dunia BSBI – bangga sekali. Riri Riza Rumata’.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *