Semangat Belajar Indonesia

RHD. Inkar Abzhanova peserta dari Kazakhtan mencoba menenun lipa sabbe di Rumah Hijau Denassa (RHD) Sabtu 11.04.2015 (Foto: Rijal)
RHD. Inkar Abzhanova peserta dari Kazakhtan mencoba menenun lipa sabbe di Rumah Hijau Denassa (RHD) Sabtu 11.04.2015 (Foto: Rijal)

RHD. Setahun setelah Rumah Hijau Denassa (RHD) didirikan, tepatnya 2008 beberapa pihak telah diundang untuk mengenal beragam pohon dengan cara ikut menanam di areal yang dikelola RHD, waktu itu masih satu ha. Kini luas RHD sudah mencapai tiga ha ditambah luas persawahan lebih 10 ha yang tersebar di beberapa desa dan kelurahan di Bontonompo. Agar lebih banyak pihak yang peduli tahun 2009 (dua tahun setelah pendirian), Denassa mengumumkan kawasan ini melalui sosial media, khususnya mengirim email ke berbagai pihak, agar ikut berperan menyelamatkan flasma nutfah, khususnya Sulawesi yang terkenal sangat khas dan banyak dihuni flora dan fauna endemik.

RHD. Inkar Abzhanova peserta dari Kazakhtan mencoba menenun lipa sabbe di Rumah Hijau Denassa (RHD) Sabtu 11.04.2015 (Foto: Rijal)
RHD. Inkar Abzhanova peserta dari Kazakhtan mencoba menenun lipa sabbe di Rumah Hijau Denassa (RHD) Sabtu 11.04.2015 (Foto: Rijal)

Diantara yang rutin berkunjung yakni pemuda-pemuda dari belasan negara sahabat yang penerima Beasiswa Seni Budaya Indonesia (BSBI)  atau dikenal dengan nama Indonesian Arts and Culture Schoolship (ICAS).  Sebuah program diplomasi  dengan cara memperkenalkan seni dan budaya Indonesia ke negara-negara sahabat. Kegiatan ini diorganisir Kementrian Luar Negeri Indonesia sejak 2003.  Para peserta yang merupakan pemuda akan menjadi sahabat  Indonesia yang menjelaskan ragam budaya, tradisi, dan seni bangsa Indonesia di negara mereka.

RHD dalam kegiatan ini bekerja sama dengan Rumata yang mengorganisir kegiatan BSBI di Makassar.  Tahun 2012 untuk pertama kali peserta BSBI berkunjung ke RHD, pemuda berasal dari 10 negara singgah sehari menanam pohon bitti, berinteraksi dengan Kelas Komunitas, dan diskusi dengan warga. Pohon Bitti atau katondeng merupakan tumbuhan endemik Sulawesi yang digunakan sebagai bahan utama membuat perahu Pinisi.

Sejak tahun itu RHD rutin menjadi tempat kunjungan peserta BSBI, seperti halnya tahun 2015 ini. 12 pemuda berasal dari Vietnam, Ceko, India, Malaysia, Spayol, Kazakhtan, Fiji, New Caledonia, Belanda, Kiribati, Austria, dan Indonesia, kembali belajar aneka budaya, tradisi, dan mengenal pangan lokal di RHD.

Kunjungan pertama berlangsung Sabtu (04/04/15) dan kunjungan kedua (11/04/15).  Mereka belajar beragam hal di RHD yang telah disusun menjadi kurikulum untuk kegiatan dua hari, seperti menanam pohon lokal, berkebun, panen pangan alternatif, memainkan permainan tradisional, membuat kue dan makanan tradisional, menganyam takrow (raga) berbahan rotan, menenun, dan mengunjungi sekolah. Peserta BSBI juga berinteraksi dengan warga khususnya peserta didik Kelas Komunitas di RHD. Ratusan Kelas Komunitas mengajari mereka lagu anak-anak Makassar, Batturatema ri Bulan pada (04/04/2015), dan membuat karya dari tanah liat pada Sabtu (11/04/2015).

“Kami perkenalkan semangat Makassar yang senang berbagi dan kuat menjaga persahabatan pada setiap tamu yang berkunjung ke RHD,  komitmen ini juga kami wujudkan pada kunjungan sahabat dari 12 negara peserta BSBI 2015” ungkap Darmawan Denassa, pendiri RHD.

Peserta perempuan diajak menenun lipa sabbe (sarung sutra) dan membuat kue serta makanan tradisional seperti umba-umba dan tumpi-tumpi. Peserta laki-laki diajak membuat alat permainan tradisional seperti tembak-tembak bulo, sejenis bedil-bedil dari ranting bambu. Tahun ini peserta terdiri atas enam laki-laki dan enam perempuan.

Mereka sangat antusias dengan aneka budaya dan tradisi Bugis Makassar. “Enak sekali saya suka” jawab Inkar Abzhanova dalam bahasa Inggris peserta dari Kazakthan ketika ditanya bagimana rasanya tumpi-tumpi. Tumpi-tumpi lauk khas Makassar bebahan dasar ikan yang dibentuk menjadi segitiga kemudian digoreng.

Peserta juga sangat senang belajar lagu Makassar, bersama Kelas Komunitas, meski belum terbiasa dengan kata-kata dalam syair lagu yang seluruhnya berbahasa Makassar.  Hal mengesankan dalam 30 menit belajar dengan anak-anak dari beberapa kampung sekitar RHD, mereka sudah bisa menyanyikan lagunya meski masih dibantu teks yang dibagikan ke masing-masing peserta.

“Aktifitas di RHD  akan sangat membantu kami untuk menceritakan ke kekayaan negara ini di negara kami. Tradisi di sini memang berbeda dari negara kami, namun sangat senang bisa ke sini, RHD sebuah rumah yang penuh pembelajaran dan keramahan.” Kesan Akosita Gaunavou peserta dari Fiji.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *