Dari luar/jalanan nampak berdiri rumah panggung yang sudah dimodifikasi dikelilingi pepohonan nan hijau, karena itu memang khas Bugis-Makassar. Begitu menjajakkan kaki dihalaman, sy mulai melihat ada hal yang diluar kelaziman, sy mulai disuguhkan dengan keteraturaan, bagaimana melepas dan menyimpan alas kaki, bagaimana membuang dan memilah sampah, setiap benda dan tempat memiliki etiket/nama, penempatan dan penataan barang/benda disesuaikan dengan peruntukannya.
Ketika berkeliling sambil ngobrol santai melihat-lihat rindangnya pepohonan dan tanaman-tanaman hias, bahkan beberapa pohon dan tanaman yang sudah langka bisa ada di RHD, menyimak bagaimana perjuangan dan kerja keras mendatangkannya. Saya semakin takjub ketika berada diruang baca membuka-buka literatur/buku-buku yang sebagian juga sudah langka begitu tertata apik dimeja dan pojok dinding rumah sambil mendengar, bagaimana awal-mula membangun RHD, nekat meninggalkan dunia kampus/akademis yang selama ini digelutinya, di perguruan tinggi ternama pula “Universitas Hasanuddin” Perguruan tinggi yang banyak dicita-citakan masyarakat Sulawesi Selatan, bahkan Indonesia Timur. Rela meninggalkan kemapanan dan masa depan yang menjanjikan demi untuk sebuah harapan, cita-cita, dan keyakinan yang hanya Denassa-sendirilah yang tau dan merasakannya.
Dua kali mendapat kesempatan berkunjung ke RHD, saya berkesimpulan bahwa RHD is the best:
RHD adalah masa depan…
RHD adalah kehidupan…
RHD adalah karakter yang sesungguhnya.
Hamzah Hakim
(Widyaprada Ahli Muda dan Koordinator Pelaksana Bidang Tata Kelola pada Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini,
Direktorat Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi)